SCIENCE BERCERITA CINTA TENTANG HORMON : IST LOVE STILL TRANSCENDENCE SPACE AND TIME ? –


SCIENCE BERCERITA CINTA TENTANG HORMON

Ketika orang awam meyakini bahwa cinta bersifat magis dan hanya bisa tergambarkan oleh puisi dan lirik lagu romantis, para ilmuwan bertanya, “Mengapa kita tidak teliti saja resep ilmiah di balik cinta?” Para ilmuwan di bidang cinta (ya, ada ilmuwan yang risetnya khusus tentang cta :p) mengumpulkan orang-orang sebagai sampel penelitian, memasang brain scanner, memindai (scan) kepala para sampel untuk melihat apa yang terjadi di otak manusia terkait cinta.

love-science

Cinta tak ayal merupakan reaksi kimia (hormon) di otak kita. Pemahaman saintifik mengenai cinta menyatakan bahwa ada 3 fase terkait cinta dengan reaksi hormon yang berbeda pada tiap fase. Dari nafsu hingga menjadi gila dalam bercinta, sains punya jawabannya.

Fase 1 – Nafsu

Pertama kali bertemu dan mengenal seseorang, ada rasa suka, ketertarikan, dan getaran. Inilah yang disebut nafsu.

Nafsu dikendalikan oleh hormon testosteron dan estrogen. Jangan salah kira, testosteron bukanlah hormon eksklusif yang hanya ada pada pria. Testosteron juga diproduksi di tubuh wanita dan memainkan peran pada sex drive (dorongan seksual) wanita.

Lalu, apakah cinta pada pandangan pertama itu eksis? Tidak, nafsu pada pandangan pertamalah yang eksis. Mengapa begitu? Mari simak definisi ilmiah dari nafsu dan cinta.

Nafsu

Hasrat yang dipicu oleh kesan fisik atau dangkal terhadap seseorang. Nafsu hanya memikirkan kepentingan diri sendiri untuk mendapat kesenangan (biasanya bersifat seksual) dari orang tersebut.

Cinta

Hasrat yang dilengkapi dengan kesadaran tentang pentingnya orang tersebut bagi diri kita. Perhatian yang kita berikan kepada orang ini adalah bentuk apresiasi terhadap nilai atau makna dirinya bagi kita.


Fase 2 – Cinta Romantis Bergairah (Passionate/Romantic Love)

Dari rasa ketertarikan, pedekate pun mulai digencarkan, hubungan mulai dijalani. Segala aktivitas baru dan pertama kali dilakukan dengannya. Kita mabuk kepayang bersamanya. Segala yang dilakukan bersamanya menjadi lebih indah. Apa yang sebenarnya terjadi?

Pada fase ini, otak kita akan dibanjiri dengan berbagai hormon kesenangan (pleasure hormones). Untuk konteks cinta, hormon-hormon ini disebut juga ini hormon romantis, seperti adrenalin, serotonin, dan dopamin.

1. Adrenalin

Tahap awal menjalin hubungan dengan seseorang akan meningkatkan kadar adrenalin pada darah seperti saat kita melakukan aktivitas yang menantang dan menegangkan. Adrenalin pada orang jatuh cinta akan memberikan efek, seperti tiba-tiba berkeringat, mulut tiba-tiba kering, atau jantung berdegup kencang ketika bersama dengannya.

2. Dopamin

Hormon ini memicu sensasi kesenangan yang intens. Efek yang ditimbulkan sama dengan efek jika otak dalam pengaruh kokain. Orang yang sedang jatuh cinta tidak jauh berbeda dengan pecandu narkoba. Efek dari dopamin adalah energi meningkat, berkurangnya kebutuhan untuk tidur dan makan, pikiran selalu terfokus dan senang memikirkan tiap detil kecil yang dijalani dalam hubungan.

3. Serotonin

Serotonin membuat kita begitu tergila-gila pada pasangan. Penelitian menunjukkan, efek kimia yang ditimbulkan serotonin mirip dengan penampakan otak orang obsessive-compulsive disorder (OCD). Hal ini dapat menjelaskan ketika kita tergila-gila pada seseorang, kita tidak bisa memikirkan orang lain, ia selalu muncul di pikiran kita.

Produksi hormon kesenangan dalam tubuh terpicu saat kita menjalani kegiatan yang sifatnya baru atau menegangkan. Pada saat pedekate atau awal menjalani hubungan, kita banyak sekali mengalami “hal yang baru dan pertama kali”. Misalnya, pertama kali chatting, pertama kali telponan, pertama kali kencan, pertama kali gandengan, pertama kali bercumbu, pertama kali mengunjungi berbagai tempat bersamanya. Untuk setiap kegiatan “baru pertama kali” itu, kita menyala bahagia.

Fase ini disebut dengan Passionate/Romantic Love. Cinta romantis yang penuh gairah. Asmara meletup-letup bagaikan kembang api yang meledak-ledak. Kita tidak bisa memikirkan hal lain. Kita bahkan kehilangan nafsu makan dan tidur, memilih menghabiskan waktu berjam-jam untuk melamunkan dirinya.


Fase 3 – Cinta Penuh Kasih (Compassionate Love)

Lama-kelamaan, asmara yang dijalani semakin intim. Kedua sejoli pun makin penuh cinta kasih yang lebih dalam. Hubungan masuk ke fase berikutnya, yaitu Compassionate Love.

Mulainya fase ini dipicu oleh dilepasnya hormon oksitosin di dalam tubuh. Hormon ini biasa disebut sebagai cuddle hormone (hormon pelukan) atau love hormone (hormon cinta). Produksi oksitosin dipicu ketika adanya sentuhan fisik dengan pasangan, seperti berpelukan, pijatan penuh cinta, berciuman, hingga orgasme saat berhubungan seks. Oksitosin menimbulkan efek emosional terhadap pasangan, berupa kasih sayang, keterikatan, rasa peduli, cinta, rasa damai, rasa aman, hingga perasaan bahagia, khususnya setelah berhubungan seks. Riset mengatakan, semakin sering melakukan hubungan intim dengan pasangan, semakin dalam ikatan yang terbentuk. Ikatan yang dibentuk oleh produksi oksitosin mendorong dua sejoli untuk tetap bersama.

Hormon lain yang berperan dalam komitmen jangka panjang adalah vasopresin. Vasopresin biasa disebut sebagai hormon monogami (setia pada satu orang). Vasopresin yang dirilis setelah melakukan hubungan seksual dengan pasangan berperan signifikan dalam menciptakan keinginan untuk setia dengan pasangan, menciptakan perasaan untuk melindungi (bahkan cemburu) pasangan dan keturunan.


Kejenuhan dalam Bercinta

Produksi hormon kesenangan (pleasure hormones) tidaklah terjadi secara konstan selamanya, ada tenggat waktunya. Rata-rata, fase passionate love atau cinta romantis bertahan antara 18 bulan hingga 3 tahun jalannya sebuah hubungan. Bahkan ada ahli yang mengatakan, 3 bulan hingga 2 tahun. Setelah itu, produksi hormon kesenangan secara perlahan berkurang.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mulai terasa hambar. Timbul kejenuhan dan rasa malas dengan pasangan. Bukan karena tidak lagi menyayanginya, tetapi seperti ada yang kurang, ingin meninggalkan pun enggan rasanya. Apa yang terjadi?

Ketika hubungan mencapai titik stabil, kadar oksitosin (hormon keterikatan) stabil. Namun, kadar pleasure hormone (hormon romantis) berkurang. Sensasi mabuk kepayang seperti dulu awal menjalani kasih tidak lagi terlalu terasa, apalagi jika kedua sejoli terbiasa menjaga rutinitas hubungan yang kurang variatif. Sebaliknya, pleasure hormone dipicu oleh petualangan, tantangan, permainan, segala yang baru. Hal ini sungguhlah lumrah terjadi dalam suatu hubungan.

Pada saat ini jugalah hubungan rentan kandas karena kejenuhan atau terjadi perselingkuhan. Ketika seseorang merasa jenuh dalam hubungannya, tidak ada sesuatu yang baru, dia akan gampang tergoda dengan pihak ketiga. Godaan petualangan dan semburan pleasure hormone dengan orang atau suasana baru.

Lalu, apa yang harus dilakukan dengan pasangan agar tidak terjebak cinta jenuh atau bahkan perselingkuhan?

Para ilmuwan melakukan penelitian pada pasangan yang berhasil membina hubungan dan tetap romantis selama puluhan tahun. Mereka menemukan bahwa walaupun oksitosin dan vasopresin adalah hormon yang awalnya membentuk ikatan antara dua individu, tapi dopamin lah yang menyegarkan romansa tersebut hingga bertahun-tahun ke depan. Segala kegiatan baru yang membangkitkan kembali getaran akan meningkatkan kadar dopamin yang kemudian memicu timbulnya kembali perasaan romantis.

Lakukan hal-hal baru dan menantang dengan pasangan. Rutinitas memang perlu tapi tetap penting untuk menyisipkan hal baru di tengah rutinitas. Berkolaborasi dengan pasangan agar terus menghasilkan kegiatan baru, saling menantang, dan sama-sama meningkatkan kualitas diri. Pahami bahwa cinta perlu senantiasa dirawat.

Jika hal ini dapat dilakukan selama jalannya hubungan, hubungan akan selalu terasa “hidup”. Kadar oksitosin dan dopamin di tubuh terjaga keseimbangannya. Hubungan cinta jadi membahagiakan, mendewasakan, dan memuaskan. Cinta itu akan terus tumbuh dengan kuat bagaikan sulur anggur yang semakin panjang, merambat, dan melilit kuat satu sama lain.


 

Sumber-sumber

Diskusi sains Menrva Indonesia, “Science of Love” oleh dr. Ryu Hasan

Diskusi sains Menrva Indonesia, “Science of Happiness” oleh Henry Manampiring

Kultwit @lexdepraxis

http://molly.kalafut.org/misc/oksitosin.html

http://goodlifezen.com/2008/03/28/from-lust-to-losing-your-mind-science-reveals-secrets-of-love/

http://guardian.co.tt/womanwise/2012-11-02/science-love

http://www.youramazingbrain.org/lovesex/sciencelove.htm

http://www.match.com/magazine/article/12799/New-Findings-Show-That-Passion-Can-Last/

http://wiki.answers.com/Q/What_is_the_definition_of_lust

http://www.bbc.co.uk/science/hottopics/love/index.shtml

http://thenewviewonsex.blogspot.com/2008/04/oksitosin-vasopressin-and-tale-of-two.html

sumber gambar: http://www.oxytocin.org/oxytoc/love-science.html

Tinggalkan komentar