KETIKA BULAN MENGHITAM


Bulan mendadak hitam. Kelam dan aku terlempar ke dalam sebuah dunia yang sunyinya lebih diam daripada malam. Kepergianmu itu sungguh telah menyayat. Duniaku runtuh lenyap. Dunia yang di dalamnya kubangun semua mimpi, jadi tak berarti tanpamu lagi di sisi.

Dunia yang harum melati pada setiap hari-hari, tiba-tiba layu dan mati. Dan ketika kuputuskan bahwa tanpamu tak ada lagi yang kuinginkan dari dunia ini, maka aku pergi.

Bulan hitam. Darahku beku dan tubuh sedingin pualam. Tetapi luka ini tetap tak mau pergi meski degub tlah berhenti. Kecintaanku yang sangat masih tak rela melepasmu jadi senyap.

Pertanyaan demi pertanyaan yang tak terjawab tentang mengapa engkau pergi masih tebal menggelayuti.

Air mata masih terus tumpah tak berhenti.

Menangisi pergimu. Menangisi sendiriku. Duh..ini belum selesai! Harusnya tidak berakhir begini! Aku tak mengerti dan aku tak mau berhenti mencari.

Bulan hitam dari balik jendela kaca di lantai sekian.

Ketika malam memberi kehidupan bagi makhluk-makhluk dalam kelam. Yang kubisa hanya duduk dipinggir jendela bersanding diam.

Setiap malam.

Sejak senja menjelang.

Sambil terus meratap berharap. Menggapai-gapai hadirmu…di antara isakku yang dalam.

Bukan fiksi. Untuk saudariku di sisi jendela lantai sekian. Segala yang terjadi adalah peran.

Tinggalkan komentar