MENULIS ADALAH MEMBUAT PRASASTI DIRI


Beberapa jam yang lalu, diantara sela-sela waktuku yang tumpul dan lengang, aku menyelesaikan membaca esai Foucault yang berjudul “Self Writing“. Salah satu dari kumpulan esai-nya yang berkutat pada tema “the art of oneself“, yang banyak menitik beratkan pada pemikiran-pemikiran Greco-Roman, khususnya sang filsuf Seneca.

Aku teringat pernah melihat sebuah gambar (seni pahatan kayu) di perpustakaan kampusku dulu, ilustrasi momen dimana Seneca dan istrinya Pompeia, memutuskan untuk membunuh dirinya masing-masing dengan menyayat urat-urat pembuluh darah di berbagai tempat. Sebuah ritual bunuh diri tradisional bagi bangsa Romawi pada waktu itu.

Entah mengapa, metode dan prosedur yang terkesan dekaden sekaligus barbarik tersebut juga turut mengingatkanku akan sebuah prosedur dalam cerita pendek Kafka yang berjudul “In The Penal Colony“, dimana seorang pesakitan menjalani hukuman dengan aparatus penyiksaan yang amat rumit dan terperinci.

Proses, atmosfer eksekusi dibangun secara perlahan: aparatus penyiksaan menorehkan kalimat putusan di kulit si pesakitan terlebih dulu, sebelum pada akhirnya membiarkannya mati kehabisan darah. Satu dari banyak cerita pendek Kafka yang masih membekas di kepalaku. Mungkin kebengisan dari metode tersebut bisa juga disandingkan dengan Leng T’che: proses penyiksaan dan eksekusi (publik) di Cina pada masa imperial dulu; metode yang juga amat dikagumi oleh Bataille.

Judith Butler, dalam esai-esai terdahulunya yang tidak pernah kuselesaikan, menjalin analogi antara aparatus rekayasa Kafka dalam “In The Penal Colony” dan konsep Foucault yang dimana menurutnya tubuh manusia itu diibaratkan seperti lembaran kosong—sebuah prasasti—yang siap menunggu ‘dicetak’ oleh sejarah dan ilmu pengetahuan.

Dalam “Self Writing“, Foucault mengkuotasi Seneca:

It is necessary to read, but also to write.

Menulis, baginya, adalah sebuah bentuk pelatihan untuk menerapkan apa yang disebut dengan self-inscription (prasasti diri), atau dengan menggunakan istilah dari Plutarch, ethopoietic: sebuah prosedur untuk mentransformasi kebenaran menjadi sebuah esens.

Kerangka pikiranku juga kurasa tidak jauh berbeda dengan apa yang telah di deskripsikan Foucault dalam esai nya (yang kurang lebih kuperoleh dalam masa studi akademikku), dimana aku membaca, membuat catatan kecil yang merefleksikan pendapatku di setiap bacaan yang telah kubaca, menghabiskan waktu membaca dan merenungkan catatan-catatan yang telah kubuat, membaca ulang, dan lalu mendiskusikan soal isi bacaan tersebut dengan orang lain (meski harus kuakui, untuk yang terakhir, sedang amat sulit untuk kulakukan mengingat kebiasaanku belakangan ini yang sedang tertutup). Hasratku untuk berbincang, bertukar ide, berbagi buah pikiran, dan menceritakan pengalaman-pengalaman keseharianku adalah beberapa dari banyak lagi alasan mengapa aku membuat blog ini. Alasan persis seperti apa yang Foucault utarakan:

To collect what one has managed to hear or read, and for a purpose that is nothing less than the shaping of the self.

Tetapi dari apa yang kupelajari selama ini, kadar dan obsesi yang berlebih akan pencarian diri atau pembangunan diri (shaping of the self) dampaknya justru akan semakin membawamu ke palung yang lebih dalam, dan membuatmu terlihat tidak lebih dari seorang narsistik yang egosentris. Bukankah kita sudah cukup banyak belajar dari Narcissus?

Seseorang harus belajar untuk sesekali mencerca dan memaki diri, melucuti kepingan yang ada di dalam dirinya sendiri agar nantinya ia dapat kembali merekoleksi kepingan-kepingan tersebut menjadi satu, layaknya lukisan Manet: terdiri dari kesatuan warna-warna yang independen, namun membaur dan harmonis.

Menulis, bagiku bukan lagi hanya sekedar sebagai ajang unjuk diri, ajang pembentukan prasasti diri, suatu jalan menuju kesadaran yang bersifat transenden; menulis, bagiku juga merupakan sebuah proses dematerialisasi (de-shaping of the self): pencabikan bagian-bagian dari diriku sebagai pesakitan di dunia yang kejam dan indiferen, melalui kata-kata, yang juga tercabik dan terbata oleh spasi dan koma.

 

Tinggalkan komentar