BASIS KIRI APA?


21463140_1643948328978068_1558166292001185926_n.jpg

Sebenarnya gua nahan-nahan buat post ini.But yeah well fuck it. Ini adalah balasan gua terhadap debatan orang Komunis beberapa saat yg lalu.

Lucu gua, gua liat, banyak gitu yg lantang menyuarakan Komunisme tapi lebih kaya dari yg menyuarakan Kapitalisme. Like, apa basis kalian menyuarakan Komunisme disaat kalian dibesarkan oleh Kapitalisme?

Revolusi 1917, well actually itu kejadian yg sangat hebat. Percaya gak lu kalo gua bilang gua ini salah satu fans Lenin? Saat kaum buruh bersatu menggulingkan Tsarist yang terkenal digdaya, it just, wow.

Apa alasan mereka memberontak dulu? Keadaan kerja yang buruk, gaji yang gak banget, tuan tanah yang pea, “good old times when there are no labour union”, etc, you can name it. Bahkan seorang Fasis bila mengetahui alasan Revolusi 1917 gak akan bisa ngebantah tujuan perjuangan para proletar Bolshevik.

Tapi,itu udah 100 tahun yg lalu.Kini keadaan udah berubah,kini semuanya udah jadi Kapitalis.Lu,gua,mereka,kita,semuanya dibesarkan oleh Kapitalisme. Teknologi, pengetahuan, kenikmatan yg kini dunia nikmati semuanya dihasilkan oleh Kapitalisme.

Memang,memang masih ada masalah seperti ketidak adilan Buruh atau Kapitalis yg rakus. Tapi apa keadaan benar-benar sekejam Russia dulu. Well I actually don’t have a base to answer that i’m not a freaking Proletar.

But I read history,sebelum 1917 Buruh udah mulai bangkit,1917 hanyalah puncak gunung dari lembah pemberontakan Buruh sejak 1890an. Nah,kita lihat keadaan sekarang,apa ada berita Buruh ngerebut gudang senjata,atau nyerbu pabrik atau nyandera tuan tanah, apa ada? No, why

Semuanya bermuara di Partai apa gitu lupa gua namanya.Tapi setelah pemberontakan yg gagal di tahun 1905,Partainya keoecah jadi 2, Manshevik dan Bolshevik yang ngegulingin Tsar di Februari 1917 itu Manshevik, trus Manshevik digulingin Bolshevik di Oktober 1917, nah setelah itu Manshevik malah sekutuan ama Monarkis ngelawan Bolshevik di Perang Saudara Russia.

Because we had a fucking Labour Union,because we include a labour protection act in our law,because the government is overwatching the Capitalism now.

Para Buruh hanya memprotes memprotes bila ada pelanggaran terhadap hak yg sudah mereka miliki, bukan menuntut lebih, ya kadang memang minta naik gaji,tapi UMR kita udah disepakati bersama kan?

Kita lihat berita,”Buruh berdemo menuntut *ini-itu apalah*, kadang ricuh,tapi apa pernah sampe pemberontakan?

May Day, saat Buruh mengumpulkan semua keluh kesah mereka,apa sampe mereka long march ke Istana Negara nuntut Revolusi? Kenapa? ya karena keadaan mereka udah enak,lebih enak dari era revolusi industri dulu. Pada akhirnya,Buruh itu ya kerja dan digaji oleh Kapitalisme untuk menghidupi keluarga mereka.

Nah,sekarang,suara tuntutan para Buruh itu kalah berisik dengan so called Aktivis Komunis. Orang-orang ini,mereka bukan Buruh, sebagian besar Mahasiswa yg kini sistemnya sudah disubsidi Negara, lainnya masih duduk di SMP-SMA, mereka bisa bilang mereka ngerti “penderitaan” para Buruh,tapi mereka bukan Buruh, mereka gak ikut kerja keras bersama para Buruh.

Disaat para Buruh banting tulang dan mostly sudah enak dengan hak dan keadaan mereka,para Aktivis ini selfie dengan pacar mereka di mall atau datang ke karnaval Cosplay atau datang ke konser Jejepangan.Sesuatu yg gak bisa dibeli oleh “para Proletar”. So, how the fuck lu bisa mengerti keadaan Buruh?

How the fuck lu bisa bilang ikur merasakan penderitaan para Buruh?


“Memang,memang masih ada masalah seperti ketidak adilan Buruh atau Kapitalis yg rakus.Tapi apa keadaan benar-benar sekejam Russia dulu .Well I actually don’t have a base to answer that i’m not a freaking Proletar.

But I read history,sebelum 1917 Buruh udah mulai bangkit,1917 hanyalah puncak gunung dari lembah pemberontakan Buruh sejak 1890an. Nah, kita lihat keadaan sekarang, apa ada berita Buruh ngerebut gudang senjata atau nyerbu pabrik,atau nyandera tuan tanah, apa ada? No, why

because we had a fucking Labour Union, because we include a labour protection act in our law, because the government is overwatching the Capitalism now.


Para Buruh,hanya memprotes memprotes bila ada pelanggaran terhadap hak yg sudah mereka miliki,bukan menuntut lebih,ya kadang memang minta naik gaji,tapi UMR kita udah disepakati bersama kan? Kita lihat berita, “Buruh berdemo menuntut *ini-itu apalah*”, kadang ricuh,tapi apa pernah sampe pemberontakan?

May Day, saat Buruh mengumpulkan semua keluh kesah mereka,apa sampe mereka long march ke Istana Negara nuntut Revolusi? Kenapa? ya karena keadaan mereka udah enak,lebih enak dari era revolusi industri dulu. Pada akhirnya, buruh itu ya kerja dan digaji oleh Kapitalisme untuk menghidupi keluarga mereka.”

yup, setuju juga gue sama ini. tapi klo dari riset gue perlindungan buruh di Indonesia gak sekuat itu kok atau, bisa juga ditafsirkan sebagai suksesnya pemerintah memecah gerakan buruh sendiri supaya ga terlalu radikal tindakan dan permintaannya.

btw, hukum di Indonesia, sebelum mogok kerja harus minta izin sama polisi dulu. tujuannya biar perusahaann bisa nyiapin tenaga kerja cadangan atau preman buat mecahin mogok kerja. lu kan anak bekasi, sering kok muncul kasusnya. Jadi klo menurut gue posisi buruh di Indonesia banding sama posisi kapital, masih jauh lebih lemah buruhnya


Fakta Dibalik Motor Ninja Buruh

 

Solidaritas.net | Khalayak media sosial (medsos) dan media online tercengang dengan penampakan motor Ninja 250 cc yang dipakai oleh buruh saat berdemo. Motor Ninja buruh ini ditaksir seharga Rp. 50 jutaan.

buruh naik motor ninja

Buruh dianggap tak layak dan tak tahu diri dengan memiliki motor Ninja. Sama seperti pengemis yang makan di restoran mahal, dianggap tak pantas. Hanya orang-orang kaya, orang-orang yang berpenghasilan melimpah, yang layak menikmati segala nikmat dunia.

Solidaritas.net berusaha mencari tahu profil buruh yang menggunakan motor Ninja dengan mewawancarai buruh di daerah Cikarang. Berikut faktanya:

1. Kredit

Jarang sekali ada kasus buruh mampu membeli motor seharga puluhan juta secara tunai. Kredit adalah jalan mendapatkan barang mahal bagi buruh, termasuk motor.

“Biasanya mereka di-DP-in (uang muka-ed) oleh orang tuanya. Hasil dari warisan atau jual tanah,” kata Boyo, buruh asal Cikarang yang masih bekerja di kawasan Delta Silicon, Kamis (15/1/2015).

Menurutnya, buruh sangat jarang yang memiliki motor Ninja 250 cc (4-tak), karena harganya sangat mahal.

“Biasanya hanya yang 2-tak (150 cc), yang harganya 30 jutaan,” imbuhnya lagi.

2. Lajang

Biasanya, buruh yang masih melajang yang memiliki motor Ninja, karena belum memiliki tanggungan anak-isteri. Selain itu, motor Ninja ini mampu menunjang penampilan masa muda yang hanya sekali seumur hidup.

“Buruh yang punya motor Ninja kebanyakan statusnya lajang,” kata Tarsono, buruh pabrik komponen otomotif di kawasan Jababeka 2 Cikarang, yang juga pengurus serikat di pabriknya ini.

3. Buruh “Pribumi”

Istilah “buruh pribumi” merujuk pada buruh yang direkrut dari penduduk setempat. Buruh yang berasal dari penduduk setempat masih memiliki banyak kerabat di daerah kawasan industri. Meski mereka adalah orang-orang yang dikalahkan oleh desakan investasi, tapi mereka bertahan dengan mengembangkan sentimen “penduduk asli”. Mereka menjual tanah kepada pengembang properti dan membuka usaha kontrakan maupun usaha lainnya.

“Banyak buruh pribumi yang punya motor Ninja, bahkan mobil, karena warisan orang tua atau dari menjual tanah, atau orang tuanya punya kontrakan. Buruh yang punya mobil ini biasanya punya usaha sampingan dan mobilnya direntalin (disewakan),” kata Boyo.

Mereka juga kerap menuntut keistimewaan untuk mendapatkan jatah pekerjaan dan limbah industri. Namun, tidak semua dari mereka lantas menjadi kaya. Hanya segelintir tokoh masyarakat yang mendapatkan cecaran keuntungan pengusaha.

Bagi buruh “pribumi” timbul semacam perasaan “aman” karena berada di tengah-tengah kerabatnya. Mereka tak begitu khawatir berkurang penghasilan karena kreditan motor Ninja. Seringkali, mereka sudah punya rumah tinggal sendiri dan sedikit tanah.
Tarsono juga membenarkan buruh yang asalnya dari penduduk setempat yang kerap memiliki motor Ninja.

“Buruh pribumi, kan, punya banyak keluarga di sini. Mereka menghabiskan uangnya untuk bayar cicilan tidak masalah, karena mereka masih punya orang tua dan keluarga besar yang menanggung. Kalau buruh pendatang, ya, susah,” ujarnya.

Buruh-buruh yang berasal dari luar Cikarang juga ada yang yang memiliki motor Ninja, namun mereka biasanya disubsidi oleh orang tuanya di kampung yang berkecukupan.

“Bahkan ada buruh yang dari kampungnya bawa motor Ninja. Kenapa saya tahu, karena plat motornya itu plat motor dari daerah,” jelas Boyo.

Secara keseluruhan, jumlah buruh beruntung yang memiliki motor Ninja hanya sekitar 4-5 % saja. Jumlah buruh di Cikarang ada sekitar 1,5 juta orang yang tersebar di tujuh kawasan industri utama.

“Contohnya di pabrik saya, hanya sekitar 10-an orang yang memiliki motor Ninja dari 300 buruh,” tandas Boyo.

Sebagian besar buruh masih menggunakan motor bebek yang dibeli dengan kredit selama rata-rata tiga tahun. Menurut Budi Kurniawan, buruh kontrak yang sudah malang-melintang di dunia perkontrakan selama 12 tahun, menyicil motor membuat buruh harus banyak berhemat.

“Yang biasanya bisa makan lauk dengan bebek, harus mengirit diganti dengan teri, misalnya, gara-gara harus bayar cicilan motor. Buruh harus mengencangkan ikat pinggang, bahkan ikat leher. Tapi mau ngga’ mau harus nyicil motor karena mahal kalau harus naik angkot dan ojek. Apalagi BBM naik terus, ongkos angkot dan ojek juga naik terus,” kata yang sudah bekerja di 10 pabrik sebagai buruh kontrak dan tak pernah diangkat menjadi buruh tetap ini. Ia memiliki pengalaman menyicil motor bebek selama dua tahun.

Meski ada buruh yang bisa menyicil motor Ninja, bukan berarti buruh sudah sejahtera. Apalagi jumlah mereka yang mampu menyicil motor jenis ini sangat kecil. Mereka berhak berdemo, bahkan buruh yang kondisi kerjanya lebih baik dapat saja melakukan demonstrasi dengan tujuan solidaritas. Contohnya, tahun 2012, banyak buruh berstatus tetap yang ikut turun ke jalan untuk memperjuangkan nasib buruh outsourcing yang kondisi kerjanya lebih buruk.

Masyarakat dipengaruhi untuk menilai buruh sebagai makhluk yang harus melarat. Politik bahasa selama 32 tahun Orde Baru mengkonotasikan buruh sebagai kuli atau pekerja kasar, seperti kuli angkut dan pekerja bangunan disebut ‘buruh’, sementara pekerja pabrik disebut ‘karyawan’. Baru tahun 2010, penggunaan istilah ‘buruh’ untuk pekerja pabrik kembali meluas di Cikarang. Sebelum tahun 1965, buruh adalah sebutan untuk semua pekerja yang menerima upah. Pengusaha yang banyak untung dan kaya raya dianggap wajar, tapi buruh yang bekerja 8-12 jam sehari dianggap wajar jika hidupnya pas-pasan.

Selain itu, manusia abad 21 sudah sewajarnya jika mampu mengakses dan transportasi yang layak dan modern. Buruh di negeri maju saja sudah dianggap wajar jika memiliki mobil, tapi di Indonesia buruh bermobil atau bermotor Ninja dianggap tidak tahu  diri.

Tinggalkan komentar